JAKARTA - Pengakuan
sopir pribadi Akil Mochtar, Daryono, menyingkap sepak terjang mantan
ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu dalam memainkan perkara sengketa
pilkada. Daryono mengaku beberapa kali diminta mengambil uang yang
diduga terkait suap. Dia juga sempat diminta kabur sesaat setelah Akil
ditangkap KPK.
Saat menjadi saksi dipersidangan Akil,
Sabtu dini hari (5/4), Daryono mengaku sempat diminta melarikan diri
oleh majikannya. “Sempat ada telepon dari bapak, saya diminta lari dulu.
Oleh ibu (istri Akil) saya kemudian diberi uang,” ungkap Daryono yang
sempat menitikan air mata. Daryono yang ikut Akil sejak 2004 mengaku
kalut dan pergi menumpang bus ke Semarang, Jogjakarta dan Surabaya.
“Saya bingung mau kemana. Saat di terminal bus Purwokerto saya melihat
tv dan saya sedang dicari penyidik KPK,” kisahnya. Dari situ, Daryono
putuskan “menyerah” dan menghubungi Novel Baswedan.
Melihat Daryono dalam kondisi tertekan,
Novel menawarkan agar pria asal Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) itu
masuk dalam daftar perlindungan KPK. Pria ini pun hingga kini diamankan
dan tempat tinggalnya dirahasiakan.
Daryono mengaku, sejak 2010 dia beberapa
kali diminta majikannya mengambil uang dari seseorang yang tidak ia
kenal. Perintah itu dijalani Daryono sejak sekitar 2010. “Biasanya
sebelum disuruh mengambil, Pak Akil bilang mau ada yang kasih
oleh-oleh,” ujar Daryono.
Pengambilan uang dari seseorang
dilakukan Daryono antara lain di parkiran Mal Sarinah, Pasific Place,
Hotel Indonesia (HI), Tebet Indah Square, serta parkiran Carefour.
Daryono mengaku sering mengambil uang dengan menggunakan mobil dinas
Akil. Namun ada juga yang diambil dengan membawa sepeda motor.
Daryono salah satunya menceritakan
pengambilan uang di parkiran Mal Sarinah. “Saat itu saya ambil dengan
mobil dinas, setelah itu saya bawa ke kantor dan oleh bapak disuruh
tetap ditempatkan di mobil,” ceritanya. Namun ada juga uang yang diambil
dan langsung ditempatkan di rumah pribadi Akil di Perumahan Liga Mas
Indah, Pancoran dan rumah dinas di Kartika Chandra, Jakarta.
Daryono mengaku selama ini dipercaya
Akil menyimpan uang-uang tersebut di rumah pribadi maupun rumah dinas.
Di rumah pribadinya, Akil memiliki tempat penyimpanan uang khusus di
lemari pakaian. Sementara di rumah dinas, uang kerap disimpan Daryono di
sebuah lemari di ruang karaoke.
Keterangan Daryono ini klop dengan
pernyataan mantan Ketua MK, Mahfud M.D. setelah diperiksa penyidik KPK
beberapa waktu lalu. Saat itu, Mahfud mengungkapkan bahwa Akil memiliki
tempat penyimpan uang di ruang karaoke di rumah dinas.
Beberapa uang yang diterima Akil itu
dari pengakuan Daryono ada yang ditransferkan ke rekening CV Ratu
Samagat dan dibelikan mobil. Setidaknya Daryono terlibat dalam pembelian
mobil enam mobil milik Akil. Enam mobil itu antara lain Mercedes Benz
S350, Audy Q5 dan Toyota Crown Athlete, Ford Fiesta, Toyota Fortuner,
dan Toyota Innova.
Daryono mengungkapkan juga setoran Akil
ke sejumlah artis, yakni Sri Wahyuningsih alias Cici Tegal dan biduan
dangdut Ria Firiani. Menurut Daryono, sejak 2012, Cici menerima
transferan rutin tiap bulan sekitar Rp 7,5 juta. Sementara Ria Fitriani
mendapatkan beberapa kali pentransferan dengan nilai yang berbeda sejak
2012. “Apakah transferan itu ada kaitannya dengan aktivitas panggung
atau order menyanyi ?” tanya jaksa Pulung Riandono. Daryono menjawab
tidak. Menurut dia, Ria Fitriani memang pernah mendapatkan job dari Akil
pada 2004 saat pejabat asal Putussibau itu maju sebagai calon
legislatif (caleg).
Sekuriti MK yang ditempatkan di rumah
dinas Akil, Imran Cahyadi, juga memberikan kesaksian. Kata dia, selama
ini sering datang beberapa tamu ke rumah dinas bosnya namun tidak boleh
ditulis namanya. Salah satunya Chairun Nisa, terdakwa kasus suap
sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas yang tertangkap tangan bersama
Akil Mochtar. “Perintah Pak Daryono, ada tamu yang jangan dicatat
namanya,” ungkap Imran.
Selain Chairun Nisa, Akil pernah
kedatangan Muhtar Ependi yang ditengarahi sebagai perantara Akil dalam
beberapa suap sengketa pilkada di MK.
Peran Muhtar Ependi dalam sidang juga
dibelejeti oleh beberapa anak buahnya yang dihadirkan menjadi saksi. Ada
empat anak buah Muhtar yang bekerja di PT Promic yang dihadirkan jaksa.
Perusahaan itu selama ini bergerak dalam pembuatan atribut kampanye.
Nugroho, desainer grafis PT Promic
mengungkapkan dia pernah diminta membuat desain form C1 yang digunakan
untuk bukti sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang di MK. Nugroho dan
desainer lainnya bernama Heriyadi juga pernah ditugaskan oleh Muhtar
membuat desain kampanye untuk salah satu calon yang bertarung di Pilkada
Empat Lawang dan Palembang.
Calon yang dimaksud Nugroho itu
ialah Budi Antoni Aljufri (kini menjadi Bupati Empat Lawang) dan Romi
Herton (kini Walikota Palembang). “Saya tahu orang-orang itu (Budi dan
Romi) karena pernah datang ke kantor (PT Promic),” terang Nugroho.
Dicky Mulya yang juga pegawai
Muhtar menyebut pernah diajak majikannya. Ketika itu majikannya nyetir
mobil dan ada ada panggilan masuk melalui ponselnya. “Saat itu saya
disuruh angkat telepon dan di-loudspeaker. Dalam pembicaraan itu Pak
Muhtar bicara soal pilkada Palembang dan meminta uang Rp 20 miliar,”
ujarnya.
Sementara itu, pegawai lainnya Sri
Dewi Coriyani mengungkapkan di kalangan karyawan PT Promic atasannya
memang dikenal sebagai makelar kasus di MK. “Saya makin percaya setelah
melihat foto-foto Pak Muhtar dengan Pak Akil,” paparnya.
Muhtar yang sebelumnya mencabut
semua keterangannya dalam BAP juga dihadirkan sebagai saksi. Dia
mengelak semua pernyataan anak buahnya. Menurut Muhtar, anak buahnya
yang dijadikan saksi itu membelot dan kongkalikong untuk
menghancurkannya.
Terkait foto-foto bersama Akil,
Muhtar mengakuinya. Namun dia mengaku hanya sekali bertemu. Padahal KPK
memiliki dua foto dengan latar belakang berbeda. “Dua foto ini tempatnya
berbeda, pakaian yang digunakan Akil juga berbeda. Kok bisa anda
mengatakan hanya sekali bertemu,” tanya Jaksa Pulung. Mendengar hal itu
Muhtar Ependi kelabakan.
Pernyataan anak buah Muhtar itu
bertolak belakang dengan keterangan Romi Herton yang mengaku tidak
pernah berurusan dengan pria yang dekat dengan Akil tersebut. Romi dan
istrinya juga mengaku tidak pernah memesan atribut pilkada pada Muhtar.
Pada bagian lain, KPK menyatakan
nasib Rano Karno yang disebut menerima transferan Rp 1,2 miliar dari
Tubagus Chaery Wardhana (Wawan) akan ditentukan putusan hakim. “Status
yang bersangkutan salah satunya akan bergantung pada pertimbangan hukum
dari vonis hakim nantinya,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Dalam kasus sengketa pilkada
Kabupaten Lebak yang melibatkan Tubagus dan Ratu Atut, KPK juga
melakukan pencegahan terhadap beberapa orang, yakni Yayah Rodiyah
(bendahara perusahaan Tubagus), Amir Hamzah dan Kasmin (pasangan calon
kepala daerah Lebak yang menyuap Akil).(gun/dim/agm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar